Agama dan Sastra

Share link

Membicarakan sastra dan agama berarti harus menilik adakah pengaruh agama dalam sebuah karya sastra, atau adakah sebuah karya sastra bernafaskan agama. Seorang pengarang tidak dapat terlepas dari nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dalam masyarakat. Hal itu berkaitan erat dengan proses penciptaan sebuah karya sastra karena karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya. Sastra keagamaan merupakan jalinan erat antara karya sastra dan agama, di dalamnya mengandung nilai-nilai ajaran agama, moralitas, dan unsur estetika.

Genre sastra seperti itu merupakan hasil perpaduan dua kebudayaan yang berlatar belakang berbeda, yaitu budaya bangsa dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama yang telah dihayatinya. Sebagai kepercayaan yang dipegang teguh oleh sastrawan, budaya dan nilai-nilai tersebut diekspresikan kembali dalam bentuk karya sastra. Karya sastra seperti itu juga menunjukkan adanya reaksi aktif pengarang dalam menghayati kehadiran agama yang dipeluknya secara teguh. Karya sastra yang menghadirkan pesan-pesan keagamaan berdasarkan Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, misalnya, Di Dalam Taman Eden, Dosa Pertama, dan Banjir Besar. Adapun karya sastra yang isinya berdasarkan kitab Alquran, antara lain, Kisasul Anbiya (Kisah Para Nabi), yang mengisahkan Nabi Adam as dan kisah Nabi Nuh as. Selain itu,  karya sastra bernafaskan Islam dalam bentuk novel, antara lain, Di Bawah Lindungan Ka’bah (Hamka), Robohnya Surau Kami (A.A. Navis), dan Perjalanan ke Akhirat (Djamil Suherman).

Keterkaitan antara sastra dan agama ini juga tampak dalam novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy. Ayat-Ayat Cinta yang termasuk salah satu novel Islami karena mengandung nilai-nilai ajaran Islam. Hal itu dapat disimak dari gambaran para tokohnya, terutama tokoh Fahri. Tokoh Fahri menggambarkan karakter yang memiliki sikap dan kepribadian sesuai dengan Alquran dan hadis nabi. Menurut hemat penulis, tidak berlebihan kalau disebut bahwa pengarang dalam novel tersebut telah telah mengambil teladan dari ayat-ayat Alquran ke dalam novelnya. Tokoh Fahri juga digambarkan sebagai tokoh yang meneladani akhlak nabi. Dengan demikian, novel Ayat-Ayat Cinta tersebut juga bisa menjadi “teladan” bagi pembacanya.

 

 

 


Share link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top