Sejak Islam masuk ke Jawa, masuk pula kitab-kitab yang berisi ajaran Islam. Kitab-kitab tersebut banyak dikembangkan di pesantren-pesantren. Awal mulanya kitab-kitab itu berbahasa Arab sebagaimana asalnya. Dengan pertimbangan agar ajaran-ajaran itu lebih mudah dipelajari masyarakat luas, kitab-kitab itu mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa. Akan tetapi, jika dicermati, penggunaan bahasa Jawa itu memiliki kekhasan tersendiri. Terkadang ditemukan bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab pesantren, tetapi tidak lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Pertama, dalam bahasa kitab sering digunakan kata-kata yang arkais, yaitu kata-kata kuno yang tak lazim digunakan. Kata-kata tersebut di antaranya anging ‘kecuali‘, dihin, dingin ‘dahulu’, ingsun ‘aku’, sira ‘kamu’, lamun ‘jika’, tuhu ‘sungguh’. Selain kata-kata yang arkais, dalam bahasa sastra pesantren juga ditemukan kata-kata serapan dari bahasa Melayu, misalnya kerana ‘karena’, atas ‘atas’, dan dalem ‘dalam’.
Kata serapan yang paling banyak berasal dari bahasa Arab. Banyak kata yang langsung diambil begitu saja, misalnya salat, fardu, sunat, tayamum, dan balig. Selain berupa kata, ditemukan juga bahasa kitab yang berbentuk kalimat, misalnya doa-doa: bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillahi rabbil alamin, dan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Di samping itu, ada pula kata-kata Arab yang diberi imbuhan berbahasa Jawa, contoh hale, bayane, dan jineberaken. Kata hal dan bayan berasal dari bahasa Arab, kemudian mendapat akhiran Jawa -e. Sementara itu, kata jineberaken berasal dari kata Arab jeber, ditambah imbuhan bahasa Jawa, yaitu sisipan -in- dan akhiran –aken.
Pengaruh bahasa Arab tidak hanya terdapat pada kosakata, tetapi merambah pada struktur kalimat, contoh pada kalimat berikut: amungkuraken ing kiblat lan uwah niyat lan gemuyu lan nangis lan adamune lan angaritih lan adehem dehem. Pada contoh tersebut terlihat banyak kata lan ‘dan’ yang digunakan. Stuktur demikian tidak lazim digunakan pada bahasa Jawa. Struktur itu terpengaruh oleh konstruksi kalimat berbahasa Arab.
Selain itu, ditemukan kata-kata yang memiliki fungsi khusus, misalnya apa, sapa dan utawi. Sepintas, kata ini bukanlah kata yang aneh. Akan tetapi, jika dilihat struktur kalimatnya, dapat diketahui bahwa kata-kata itu terkadang memiliki fungsi yang berbeda dengan percakapan sehari-hari. Kata apa berfungsi untuk menunjukkan bahwa kata yang mengikutinya merupakan suatu hal atau benda yang dipentingkan dalam pembahasan. Contohnya, Maka ora afshah apa sholat lan sanadyan kabeneran apa sah karone. Kata sapa berfungsi menunjukkan bahwa kata yang mengikutinya merupakan orang yang dipentingkan, contoh Angandika sapa Kanjeng Nabi Saw. Adapun kata utawi digunakan untuk menunjukkan pokok-pokok ajaran, contoh Utawi barang kang ambathalaken wudhu’, lan iya iku iki lima kang den dinginaken lan wujude banyu. Utawi tayamum ing saben sholat kang den fardhuaken.