Simbolisme

Gagasan dan emosi terkadang tampak nyata. Padahal, sejatinya kedua hal tersebut tidak dapat dilihat, bahkan sulit dilukiskan. Salah satu cara untuk menampilkan kedua hal tersebut agar tampak nyata adalah melalui simbol. Simbol berwujud detail-detail konkret dan faktual serta memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Dengan hal tersebut, pengarang dapat membuat maknanya menjadi tampak.

Simbol dapat berupa apa saja, sebutir pasir, debu, angin, warna, suara, gerakan, dan sebagainya. Semua hal itu dapat menghadirkan satu fakta terkait dengan kepribadian seorang manusia, ketidakacuhan alam terhadap penderitaan manusia, ambisi yang semu, kewajiban manusia, romantisme masa muda, dan sebagainya.

Dalam fiksi, simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung pada bagaimana simbol yang bersangkutan digunakan. Pertama, sebuah simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut. Kedua, satu simbol yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan akan beberapa elemen konstan dalam semesta cerita. Ketiga, sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu menemukan tema. Putih, dalam berbagai hal dapat menjadi berbagai simbol, bisa menjadi simbol mayat, simbol kejujuran pada diri orang (dipertentangkan dengan hitam), dan sebagainya, bergantung pada konteks cerita yang dihadirkan oleh pengarang.

Simbolisme sastra lebih menimbulkan persoalan bagi pembaca dibandingkan dengan sarana-sarana sastra lainnya, seperti konflik dan sudut pandang. Akan tetapi, perlu disadari bahwa simbolisme tidak dengan sendirinya menjadi sulit dipahami karena sebetulnya simbolisme itu sendiri ada di hadapan atau di kehidupan manusia setiap hari. Percakapan sehari-sehari, ritual keagamaan, periklanan, pakaian, mobil, rumah, dan sebagainya adalah aktivitas manusia yang sarat dengan simbol-simbol kehidupan. Pembaca merasa sulit dengan masalah simbolisme disebabkan oleh jati diri simbol sendiri kebanyakan berwujud fakta-fakta logis dan sebagian lagi disebabkan oleh identitas simbol kesastraan yang menampilkan makna yang tidak diampu oleh simbol konvensional.

Kadang-kadang pembaca mengalami kesulitan dalam mengenali detail-detail tertentu dalam simbol dan kesulitan dalam menemukan artinya. Di sinilah justru keasyikan itu terjadi, pembaca asyik dalam mengenali, merangkai, dan menemukan artinya. Ada satu petunjuk umum yang menunjukkan sebuah detail bersifat simbol atau tidak. Detail yang bermakna simbolis biasanya muncul melebihi seharusnya. Detail yang simbolis tampak menonjol karena selalu diulang-ulang. Namun, petunjuk umum tersebut kadang-kadang masih sulit diikuti oleh pembaca. Hal yang terpenting, menurut Stanton, adalah adanya perhatian dan pemikiran ekstra. Jadi, pembaca tidak hanya semata-mata menemukan arti, tetapi mampu merepresentasikan simbol tersebut terhadap cerita yang dihadirkan pengarang. Bagaimana momen simbolis yang dihadirkan pengarang mampu merangkai makna keseluruhan cerita.

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Kembali ke Atas