Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Propaganda Politik pada Pemilu 2009
Tahun Penelitian : 2009
Peneliti :
- Suryo Handono, M.Hum.
- Esti Apisari, S.Pd.
- Emma Maemunah, S.Pd.
- Endro Nugroho, S.S.
Abstrak
Sebuah propaganda politik harus memberi kesan di hati dan pikiran orang sehingga ia akan tertarik pada konsep atau janji yang ditawarkan. Salah satu cara mengemas agar sarat dengan pesan adalah melalui kecermatan penggunaan bahasa, yang mengakibatkan adanya kekhasan bahasa propaganda. Penelitian ini mengkaji kekhasan tuturan propagandis dalam berkomunikasi dengan mitra tuturnya, konteks-konteks apa saja yang melatari tuturan tersebut, variasi pilihan bahasa yang digunakan dalam propaganda politiknya agar lebih menarik dan komunikatif, melalui pendekatan sosiopragmatik. Melalui pendekatan tersebut, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menjelaskan wujud variasi pilihan bahasa serta menjelaskan fenomena pragmatik penggunaan bahasa Indonesia dalam propaganda politik pada Pemilu 2009.
Data penelitian ini adalah berbagai macam tuturan dalam propaganda politik pada Pemilu 2009, baik lisan (kampanye terbuka dan tayangan media massa elektronik) maupun tertulis (tuturan yang ditulis di surat kabar, majalah, selebaran, kain rentang, baliho, dan laman di Internet). Data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode simak dan dengan teknik catat dan teknik rekam. Kemudian, data dianalisis menggunakan pendekatan kontekstual, dengan mendasarkan pada aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait-mengait dengan ujaran.
Variasi pilihan bahasa dalam propaganda politik pada Pemilu 2009 berwujud pilihan tunggal bahasa, yang meliputi pengunaan bahasa Indonesia [removed][removed] ragam formal dan nonformal, namun juga ditemukan pilihan tunggal bahasa berupa bahasa daerah, seperti bahasa Jawa ragam krama dan ngoko. Kemudian, pilihan bahasa berupa alih kode terdiri atas alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa krama, alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa ngoko. Selanjutnya, pilihan bahasa berupa campur kode terdiri atas campur kode bahasa Jawa ragam krama dalam bahasa Indonesia, campur kode bahasa Jawa ragam ngoko dalam bahasa Indonesia, dan campur kode unsur asing dalam bahasa Indonesia. Campur kode tersebut berbentuk kata, frasa, baster, perulangan, dan ungkapan.
Aspek pragmatik dalam propaganda politik pada Pemilu 2009 meliputi (1) pemanfaatan aspek situasi tutur, (2) tindak tutur, (3) penyimpangan prinsip kerja sama, (4) penyimpangan prinsip sopan santun, dan (5) fenomena-fenomena pragmatik. Aspek situasi tutur meliputi penutur (propagandis), mitra tutur (masyarakat), dan tujuan tutur (menyampaikan informasi, mengritik, memberi saran, mengajak, memerintah, dan memberi janji-janji. Kemudian, tindak tutur dapat digolongkan menjadi dua, yaitu (1) tindak tutur langsung, tidak langsung, literal (harfiah), dan nonliteral (tidak harfiah); serta (2) tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Selanjutnya, penyimpangan prinsip kerja sama meliputi penyimpangan maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara atau pelaksanaan. Penyimpangan prinsip sopan santun meliputi penyimpangan maksim kebijaksanaan atau maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan atau pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Dan, fenomena-fenomena pragmatik dalam propaganda politik pada Pemilu 2009 meliputi presuposisi, referensi, inferensi, dan implikatur.
Kata kunci : Bahasa Indonesia, propaganda politik, sosiopragmatik