Akhir-akhir ini banyak kalangan yang marak menggunakan kata moratorium. Kata moratorium menjadi populer karena terjadinya sebuah “peristiwa” yang menimpa tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Peristiwa memilukan itu menjadikan kata moratorium semakin didengungkan oleh mereka yang berkecimpung dalam urusan yang membawa duka para TKI. Bukan itu saja, kata moratorium juga sering digunakan oleh para pejabat pemerintah dalam menentukan berbagai kebijakan yang berhubungan dengan penundaan, penghentian, atau penangguhan, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun budaya. Sebagai contoh, mari kita cermati penggunaan kata moratorium dalam kalimat berikut.
- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan pelaksanaan moratorium atau penghentian sementera pengiriman tenaga kerja Indonesia sektor informal ke Arab Saudi, efektif per 1 Agustus 2011. Moratorium ini dilakukan hingga pemerintah Indonesia dan pemerintah Arab Saudi memiliki kesepakatan yang menjamin perlindungan, pemberian hak-hak, dan hal lain yang diperlukan para tenaga kerja Indonesia di negara tersebut. (Kompas, 2/8).
- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan mengatakan moratorium penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) tidak diberlakukan secara total, melainkan ada sejumlah pengecualian untuk jabatan fungsional tertentu. “Kita berhenti dulu, tetapi tidak berhenti total. Kita ingin moratorium jalan tapi ada pengecualian,” katanya saat memberikan keterangan pada wartawan, di Jakarta, Jumat, didampingi Sekretaris Kementerian PAN dan RB Tasdik Kinanto, Deputi bidang SDM, Aparatur Ramli Naibaho, dan Kepala LAN Asmawi Rewansyah. (http://www.antaranews.comberita/270401/menpan-moratorium penerimaan- cpns-diberlakukan, 5/8/2011).
- Seperti diketahui, sesuai dengan Kesepakatan Oslo tahun lalu, moratorium hutan hanya berlaku pada kawasan hutan primer dan lahan gambut, yang efektif pada awal tahun ini. (Kompas, 8/8).
- Pemerintah Jepang mengusulkan jumlah penundaan (moratorium) utang Indonesia dalam pertemuan Paris Club. (SH, 12/1)
Pada contoh (1) dan (2) kata moratorium bermakna ‘penghentian sementara’. Pada contoh (3) moratorium bermakna ‘pelarangan penebangan dan pemanfaatan kawasan hutan’ kemudian, pada contoh (4) moratorium bermakna ‘penundaan’. Berdasarkan makna pada contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata moratorium memunyai makna yang umum, yakni ‘penundaan’, dan makna yang khusus, yakni ‘penundaan pembayaran utang’. Kata yang memunyai makna khusus dalam bahasa sering disebut dengan istilah.
Dalam bidang ekonomi, moratorium mengandung makna khusus, yakni ‘penundaan pembayaran utang’. Makna ini dapat kita rujuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Edisi Empat (Pusat Bahasa, 2008:929), yaitu ‘penangguhan pembayaran utang didasarkan pada undang-undang agar dapat mencegah krisis keuangan yang semakin hebat’. Dalam kamus tersebut juga disebutkan makna umum kata moratorium, yaitu ‘penundaan, penangguhan.’ Sementara itu, dalam Webster New Collegiate Dictionanary (1994:756), dinyatakan bahwa moratorium berasal dari bahasa Latin morari yang bermakna ‘menunda’. Sebagai nomina, moratorium bermakna ‘penundaan’. Namun, sebagai istilah moratorium bermakna ‘masa penundaan yang sah menurut hukum dalam melaksanakan kewajiban resmi atau pembayaran hutang’.
Berdasarkan pengertian tersebut, penggunaan kata utang setelah moratorium pada contoh (4) merupakan kemubaziran bahasa. Pengertian utang sudah termasuk dalam istilah moratorium. Oleh karena itu, untuk menyatakan makna (masa) penundaan pembayaran utang cukup digunakan istilah moratorium bukan moratorium utang.