Musikalisasi Puisi

oleh Shintya

 

Saat bulan Ramadan, biasanya radio dan televisi sering memutar lagu Sajadah Panjang yang dinyanyikan oleh kelompok Bimbo. Lagu tersebut tentu sudah dikenal baik oleh masyarakat kita, tetapi belum banyak yang tahu bahwa lagu tersebut sebenarnya bentuk adaptasi dari puisi karya Taufiq Ismail dengan judul yang sama. Istilah untuk menggubah sebuah puisi menjadi lagu disebut musikalisasi puisi. Musikalisasi puisi merupakan salah satu bentuk apresiasi puisi. Apresiasi (KBBI, 2008) berarti ‘kesadaran terhadap nilai seni dan budaya’; ‘penghargaan atau penilaian terhadap sesuatu’. Pelaku musikalisasi puisi bukan hanya sekadar mengenal puisi sebagai karya sastra, tetapi harus menghayati dan memahami makna puisi tersebut. Slamet Riyadi Ali dkk, dalam buku Pedoman Penyelenggaraan Bengkel Sastra: Puisi Puisi terbitan Pusat Bahasa (2001:11-12).

Penghayatan dan pemahaman puisi tidak lagi terbatas pada bentuk, kata-kata, larik, serta bait puisi, tetapi juga dapat dinikmati melalui nada dan irama lagunya, tanpa menghilangkan “keutuhan” puisi yang asli. Secara umum, musikalisasi puisi dapat berbentuk (1) membacakan puisi secara utuh dengan diiringi musik; (2) menyanyikan puisi secara utuh dengan diiringi musik; dan (3) membacakan sebagian puisi dan menyanyikan sebagian lagi puisi tersebut dengan diiringi musik.

Seperti kita ketahui, penulis puisi bebas mengekspresikan karyanya dalam berbagai bentuk. Dengan demikian, tidak semua puisi dapat disajikan dalam bentuk musikalisasi puisi. Penggunaan notasi atau yang disebut dengan melodisasi puisi akan sulit diterapkan jika puisi berbentuk dialog atau pidato. Puisi yang mempunyai bait berpola akan sangat membantu para komposer dalam menerjemahkannya ke dalam musik. Jika puisi hanya sebatas teks, musikalisasi puisi merupakan perpaduan alunan melodi, akurasi irama, dan sensasi harmoni. 

 

 

Lembar Informasi Kebahasaan dan Kesastraan Edisi 2, Juli–Desember 2012

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Kembali ke Atas