Novel Jawa di Jawa Tengah pada Era Reformasi
oleh Kustri Sumiyardana
Reformasi merupakan tonggak kehidupan baru bangsa Indonesia. Di era tersebut lahir semangat kebebasan berpendapat dan berekspresi. Peristiwa reformasi juga berpengaruh terhadap sastra Jawa Modern, terutama novel. Berikut ini adalah novel Jawa yang terbit di Jawa Tengah pada periode 1998—2011.
Novel Lintang Panjer Rina (2002) karya Daniel Tito diterbitkan oleh Yayasan Sasmita Budaya Sragen. Novel tersebut bertema percintaan dan berbahasa Jawa baku. Novel lain yang diterbitkan Yayasan Sasmita Budaya Sragen adalah Sarunge Jagung (2005) karya Trinil. Novel itu merupakan novel pertama yang menggunakan dialek Jawa Timur sebagai narasi dan dialog. Novel lain adalah Ronggeng Dukuh Paruk Banyumasan (2008) karya Ahmad Tohari yang diterbitkan oleh Yayasan Swarahati, Banyumas. Novel itu merupakan terjemahan dari bahasa Indonesia. Ronggeng Dukuh Paruk Banyumasan adalah novel pertama yang menggunakan dialek Banyumas. Selain Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari juga menerjemahkan novelnya yang berjudul Bekisar Merah. Novel tersebut diterjemahkan ke dalam dialek Banyumas dan diberi judul Jegingger (2011). Novel Jegingger juga diterbitkan oleh Yayasan Swarahati, Banyumas.
Di daerah Tegal terbit novel Oreg Tegal (2011) karya Lanang Setiawan yang diterbitkan oleh Tegal-Tegal. Tema novel tersebut adalah percintaan dengan latar belakang perang kemerdekaan. Oreg Tegal merupakan novel pertama yang menggunakan dialek Tegal. Novel terakhir yang terbit pada periode 1998—2011 adalah Singkar karya Siti Aminah yang diterbitkan oleh Griya Jawi Semarang. Novel tersebut bertema percintaan dan berbahasa Jawa baku.
Berdasarkan paparan di atas, terdapat dinamika menarik mengenai bahasa yang digunakan dalam novel Jawa. Pada awal kemunculannya, novel-novel Jawa umumnya menggunakan ragam krama sebagai narasi. Ragam ngoko kadang digunakan untuk dialog. Sesudah kemerdekaan, novel-novel Jawa didominasi ragam ngoko sebagai narasi, sedangkan ragam krama kadang muncul dalam dialog. Pada masa itu juga muncul dialog dengan kata-kata dari bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan dialek daerah. Sesudah reformasi, muncul perkembangan lain. Jika semula dialek daerah hanya digunakan dalam dialog, pada masa itu muncul novel-novel yang menggunakan dialek sebagai narasi. Hal itu disebabkan sastrawan-sastrawan di daerah ingin mengangkat bahasa lokalnya agar dapat dikenal lebih luas. Itulah sebabnya novel-novel yang terbit di Jawa Tengah pada era reformasi menggunakan bahasa beragam.
Lembar Informasi Kebahasaan dan Kesastraan Edisi 6, NovemberDesember 2013