Siaran TVRI: Bahasa Indonesia Ragam Hukum dan Permasalahannya
Penggunaan bahasa Indonesia dalam ranah hukum sampai saat ini masih perlu disempurnakan. Bahasa Indonesia yang dituangkan dalam peraturan perundangan dan berbagai putusan di bidang hukum kerap mengundang multitafsir. Hal itu disampaikan oleh Drs. Suryo Handono, M.Pd., Koordinator Bidang Pembinaan dan Pemasyarakatan, Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, pada siaran Bina Bahasa yang ditayangkan langsung oleh TVRI Jawa Tengah pada Senin, 24 Maret 2014, pukul 15.00—16.00.
Acara yang diasuh oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah dan dimoderatori oleh Nani Widyawati, S.Pd. itu menghadirkan dua orang narasumber, yaitu Drs. Suryo Handono, M.Pd. dan AKBP Drs. Agus Budi Setiyono, S.St., M.K., M.H., Kepala Bagian Tim Pengawasan Penyidikan (Wasidik), Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum), Kepolisian Daerah Jawa Tengah.
AKBP Drs. Agus Budi Setiyono, S.St., M.K., M.H. mengatakan bahwa istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan, surat edaran lembaga, surat perjanjian, akta notaris, putusan peradilan, dan berita acara pemeriksaan di Indonesia sebagian besar menyerap dari bahasa Belanda dan Inggris. Hal inilah yang menyebabkan bahasa hukum sulit dipahami oleh masyarakat awam.
Sementara itu, Drs. Suryo Handono, M.Pd. membenarkan bahwa istilah yang digunakan di bidang hukum banyak menyerap dari bahasa Belanda. Hal tersebut karena hukum di Indonesia mengacu pada hukum Belanda. Namun, usaha pengindonesiaan istilah asing dalam bidang hukum masih terus diupayakan. Drs. Suryo Handono, M.Pd. juga mengungkapkan bahwa multitafsir dalam bahasa hukum dapat diminimalisasi dengan pilihan kata (diksi), ejaan, dan kalimat yang tepat dan sesuai kaidah. Untuk itu, aparat hukum perlu memiliki kompetensi berbahasa Indonesia agar setiap produk hukum dapat lebih mudah dipahami masyarakat.