Peserta Didik Harus Memiliki Etika Berbahasa

Guru harus lebih memperhatikan bahasa yang digunakan oleh peserta didik. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak boleh terbawa oleh situasi penggunaan bahasa Indonesia yang karut-marut. Terlebih lagi, penggunaan bahasa Indonesia yang tidak semestinya, seperti penggunaan bahasa Indonesia dalam sinetron-sinetron televisi. Penggunaan bahasa yang secara asal-asalan akan membawa peserta didik pada situasi yang tidak menguntungkan. Hal itu dikatakan oleh Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Purworejo, Drs. H. Muh. Wuryanto, M.M., dalam pembukaan Sosialisasi dan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia bagi Guru SMP/MTs Kabupaten Purworejo di aula SMKN 7 Purworejo pada 18 Agustus 2014. ”Saya merasa tidak enak dan tidak senang kalau ada anak menyampaikan kepada orang tua dengan mengatakan lo. Misalnya, lo sudah makan,” jelasnya.

Drs. H. Muh. Wuryanto, M.M. mengatakan bahwa bahasa Indonesia juga memiliki aturan-aturan dan etika yang semestinya diterapkan. Oleh karena itu, informasi atau pesan yang akan disampaikan harus diungkapkan dengan bahasa yang santun karena adanya etika berbahasa tersebut. Etika dan kesantunan berbahasa inilah yang harus ditularkan kepada peserta didik agar mereka memiliki kesantunan dan memegang aturan dalam berbahasa. ”Guru tidak boleh terbawa oleh situasi yang tidak baik yang sering muncul di lingkungan kita,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Drs. Pardi Suratno, M.Hum., mengatakan bahwa sesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah menggandeng dinas pendidikan, universitas, media massa, dan lembaga lain untuk memartabatkan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia harus dikembangkan menjadi bahasa modern yang bermartabat secara nasional dan internasional. ”Untuk mewujudkan hal itu, bahasa Indonesia membutuhkan alat uji sebagai ukuran kemahiran berbahasa pada diri seseorang, seperti bahasa Inggris yang telah memiliki alat ukur yang normatif dalam bentuk TOEFL. Pemerintah telah mengembangkan alat ukur kemahiran berbahasa Indonesia yang diberi nama UKBI, yaitu uji kemahiran berbahasa Indonesia,” kata Drs. Pardi, M.Hum.

Drs. Pardi, M.Hum. menjelaskan, melalui UKBI itulah bahasa Indonesia akan semakin dekat dengan penuturnya. Beberapa universitas telah menetapkan semua mahasiswa program pendidikan harus lulus UKBI. Selain itu, para guru sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas juga bersemangat dalam meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia dengan mengikuti UKBI. Hal itu terjadi di Boyolali, Wonogiri, Semarang, Purbalingga, Wonosobo, Temanggung, Tegal, dan sebagainya. ”Secara kuantitas, pada tahun 2013 Balai Bahasa Jawa Tengah berhasil menguji 1.336 orang. Tahun 2014 kami menargetkan 2.000 orang untuk mengikuti UKBI,” jelasnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Kembali ke Atas