Struktur Cerita Silat Indonesia
Pada prinsipnya, cerita silat identik dengan laga, peperangan, dan perkelahian. Cerita silat di Indonesia terbagi atas cerita silat bergambar dan tidak bergambar. Berdasarkan panjangnya, ada cerita silat yang bentuknya bersambung dan serial. Hal itu disampaikan oleh narasumber Kustri Sumiyardana, S.S., M.Hum. pada Siaran Interaktif Bina Bahasa dan Sastra Indonesia bertema “Struktur Cerita Silat Indonesia” pada Selasa, 5 Agustus 2014, di Radio Republik Indonesia Semarang.
Narasumber lainnya, Drajat Agus Murdowo, S.S. mengungkapkan bahwa kemunculan cerita silat di Indonesia dipengaruhi cerita dari Tiongkok yang diterjemahkan oleh beberapa orang Indonesia keturunan Tionghoa. Drajad menyebutkan bahwa cerita-cerita silat terjemahan ketika itu tidak pernah menyebutkan nama penerjemahnya. Terjemahan silat tertua berjudul Boekoe Tjerita Tjioe Koan Tek Anak Tjioe Boen Giok, Terkarang oleh Satoe Orang Tjina yang diterbitkan oleh Penerbit Van Drop tahun 1882. Selanjutnya, pada 1909 terbit buku berjudul Pembalesannja Satoe Nona Modah atau Xiao Honger.
Pada masa–masa selanjutnya, terbit cerita silat terjemahan disertai dengan nama penerjemahnya, misalnya Gan Peng Liang (GPL) dan Oey Kim Tiang (OKT). Mereka menerjemahkan cerita Sanguo Zhi Yanyi (Kisah Tiga Negara) dan Sanshe Mingzhu Baojian (Tiga Pedang Mutiara Sakti). Setelah itu, muncul penulis–penulis cerita silat dari Indonesia yang merupakan keturunan Tionghoa, seperti Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo yang menulis cerita berjudul Seruling Emas. Drajat Agus Murdowo, S.S. menambahkan bahwa selain pengarang keturunan Tionghoa, muncul juga penulis asli Indonesia seperti Herman Pratikno yang mengarang Bende Mataram. Singgih Hadi Mintaradja juga merupakan penulis cerita silat Indonesia dengan karya–karyanya, antara lain, Pelangi Di Langit Singasari, Nagasasra dan Sabuk Inten, serta Api Di Bukit Menoreh. Kemudian, pada tahun 1980-an muncul penulis cerita silat bernama Bastian Tito yang menciptakan tokoh Wiro Sableng dalam serial Wiro Sableng.
Dalam siaran yang dimoderatori oleh Aris Budiyanto itu, Kustri Sumiyardana, S.S., M.Hum. mengungkapkan bahwa struktur cerita silat di Indonesia umumnya mengisahkan seorang pendekar yang berkelana dari satu daerah ke daerah lain untuk menumpas kejahatan. Kustri juga menyebutkan bahwa alur cerita silat dibagi menjadi lima tahap. Tahap pertama adalah keadaan terhina. Pada tahap ini ada kesulitan yang dialami tokoh utama. Tahap kedua adalah pematangan pendekar. Pada tahap ini pendekar menyepi untuk memperdalam ilmunya. Tahap ketiga adalah pencarian dan tahap keempat adalah kewajiban terhadap masyarakat, misalnya memberikan pertolongan kepada masyarakat yang tertindas. Selanjutnya, tahap kelima adalah kemenangan kebajikan. Cerita silat di Indonesia berlatar belakang sejarah dan selalu mengambil latar waktu peristiwa masa lalu. Sebagian besar cerita silat Indonesia mengambil latar daerah–daerah di Jawa dan hanya sebagian kecil yang mengambil latar daerah di luar Jawa. Cerita silat berhubungan dengan imajinasi dan kepiawaian pengarang dalam mengolah cerita dan menghubungkannya dengan peristiwa dan tokoh yang benar–benar ada.