Sastra terjemahan merupakan karya sastra asing yang di terjemahkan ke dalam bahasa sasaran tanpa mengubah latar, tokoh, dan alur cerita. Biasanya sebuah karya sastra diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa karena dianggap karya besar (masterpiece) dan fenomenal. Kustri Sumiyardana, S.S., M.Hum. dan Shintya, S.S. mengungkapkan hal itu dalam Siaran Interaktif di RRI Semarang yang bertema “Sastra Terjemahan di Indonesia” pada 26 Agustus 2014, pukul 20.00—21.00.
Dalam siaran yang berdurasi enam puluh menit itu, Kustri Sumiyardana, S.S., M.Hum. mengatakan bahwa sastra terjemahan di Indonesia bermacam-macam, salah satunya ialah karya-karya besar penulis terkenal di dunia, misalnya cerpen terjemahan berjudul “Catatan Harian Orang Gila” karya Lu Xun, pengarang dari Cina. Karya besar Lu Xun itu mampu menginspirasi dan memengaruhi pola pikir masyarakat Cina sehingga dilakukanlah penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia. Cerpen karya Lu Xun merupakan ungkapan keprihatinannya pada masyarakat Cina pada waktu itu. Lu Xun yang hidup pada masa pendudukan Jepang di RRC menyaksikan sendiri kondisi masyarakat Cina yang menyedihkan pada waktu itu. Dalam cerpen “Catatan Harian Orang Gila”, Lu Xun menggambarkan mental masyarakat Cina bagaikan kaum yang tega memakan daging saudaranya sendiri. Gambaran itu merupakan upaya Lu Xun mengkritik kehidupan sosial politik di Cina dan menyadarkan masyarakat Cina untuk segera memperbaiki diri. Hal itu dia lakukan semata-mata demi menyelamatkan bangsanya dari kehancuran.
Selanjutnya, Shintya, S.S. menyebutkan beberapa karya terjemahan dari pengarang negara lain, seperti Akutagawa Ryunosuke dan Nawal El Sadaai. Akutagawa Ryunosuke merupakan pengarang Jepang yang menulis banyak cerpen berisi kritik sosial dengan latar masa lalu. Salah satu karya besarnya berjudul “Rashomon” yang menceritakan seorang genin atau seorang samurai kelas rendah yang kelaparan. Dia dihadapkan pada pilihan untuk merampok agar tidak mati kelaparan. Cerpen itu berisi kritik sosial tentang kemiskinan yang mengaburkan batas antara perbuatan baik dan jahat sehingga perbuatan seperti merampok pun dapat dibenarkan untuk mempertahankan hidup. Sementara itu, Nawal El Sadaai merupakan penulis perempuan dari Mesir. Dia pernah menghasilkan karya sastra fenomenal yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yaitu Perempuan di Titik Nol. Novel itu menceritakan kisah seorang perempuan bernama Firdaus yang hidup terkungkung dalam budaya patriarki di Mesir. Kritik sosial yang ingin ditampilkan dalam novel itu ialah budaya patriarki yang merugikan perempuan di Mesir.
Pada siaran yang dimoderatori oleh Aris Budiyanto itu, Kustri Sumiyardana, S.S., M.Hum. menjelaskan bahwa kebanyakan karya besar yang diterjemahkan berisi tentang kritik sosial. Karya-karya tersebut tidak berisi hal-hal yang meninabobokan pembaca, tetapi berisi sesuatu yang berguna bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, penerjemahan karya sastra tersebut mampu menginspirasi masyarakat karena menampilkan kritik sosial sebagai bahan renungan bagi masyarakat dunia.