Masyarakat Tegal Kurang Percaya Diri Menggunakan Dialeknya
Bahasa Jawa dialek Tegal merupakan sarana komunikasi, ekspresi budaya, kreativitas seni, dan identitas sosial warga masyarakat Tegal. Bahasa Jawa dialek Tegal digunakan di wilayah Kabupaten/Kota Tegal dan sebagian Kabupaten Brebes. Berbeda dengan bahasa Jawa baku atau bahasa Jawa standar yang diajarkan di sekolah-sekolah, bahasa Jawa dialek Tegal berkembang secara alami dan hanya diwariskan secara turun-temurun selama beberapa abad. Hal itu menyebabkan bahasa Jawa dialek Tegal tidak memiliki ejaan dan tata bahasa yang baku, serta tidak mampu mengartikulasikan hal-hal yang terkait dengan tata cara dan upacara yang bersifat resmi (sambutan, pidato) dan menjabarkan ilmu pengetahuan modern. Hal itu disampaikan oleh M. Hadi Utomo, budayawan asal Tegal, dalam siaran interaktif di TVRI Jawa Tengah dengan tema Pemanfaatan Bahasa Jawa Dialek Tegal pada Masa Kini pada Senin, 23 Maret 2015. Siaran yang dipandu oleh Nani Widyawati, S.Pd. itu menghadirkan tiga narasumber, yakni Drs. Pardi Suratno, M.Hum., Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah; M. Hadi Utomo, budayawan asal Tegal; dan Agus Sudono, M.Hum., peneliti di Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah.
M. Hadi Utomo menambahkan bahwa masyarakat Tegal kurang percaya diri dengan dialeknya. Hal itu menyebabkan bahasa Jawa dialek Tegal kurang dapat berkembang karena masyarakatnya malu menggunakannya untuk berinteraksi dalam forum-forum yang lebih luas. Sementara itu, Drs. Pardi Suratno, M.Hum., menjelaskan bahwa bahasa Jawa dialek Tegal dapat diajarkan di sekolah-sekolah di Tegal jika dapat memiliki tata bahasa, ejaan, dan kamus yang memadai. Jika diajarkan di sekolah-sekolah, bahasa Jawa dialek Tegal akan memperkuat identitas diri masyarakat Tegal karena bahasa menunjukkan budaya masyarakatnya. Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah akan mendukung jika pembelajaran bahasa Jawa dialek Tegal bisa diterapkan di sekolah-sekolah di Tegal.
Agus Sudono, M.Hum. menambahkan bahwa kebijakan untuk melestarikan bahasa daerah, khususnya bahasa Jawa, telah dilakukan oleh pemerintah. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan menyatakan bahwa pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia diamanahkan kepada pemerintah pusat, sedangkan pengembangan dan pembinaan bahasa daerah diserahkan kepada pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah provinsi, pemerintah kota, dan pemerintah kabupaten. Dalam tersebut pada Bab III Pasal 42 Ayat (1) dinyatakan bahwa pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap dapat memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
“Untuk pengembangan dan pembinaan bahasa daerah di Jawa Tengah ini, kita sudah memiliki Peraturan Daerah Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa dan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 55 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Daerah Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2012. Selain itu, Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor 430/9525 tentang Penggunaan Bahasa Jawa untuk Komunikasi Lisan di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menyampaikan imbauan sehari berbahasa Jawa di lingkungan kerja instansi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah serta di wilayah kabupaten dan kota,” jelas Agus Sudono, M.Hum.