Guru dan Dosen Harus Belajar Sepanjang Hayat

Share link

Dosen adalah pendidik profesional sekaligus ilmuwan. Dosen mengemban tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu, dosen, termasuk guru, dituntut untuk selalu belajar sepanjang hayat. Problem guru dan dosen adalah belajar sepanjang hayat. Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia (Adobsi) diharapkan menjadi organisasi yang strategis untuk pengembangan guru dan dosen.

Pernyataan itu disampaikan oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., dalam  Seminar Nasional dan Launching Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia (Adobsi) bertema “Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru dan Dosen Melalui Penelitian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya” pada Sabtu, 25 April 2015, di Hotel Pramesthi Solo, Jalan Ahmad Yani Nomor 101, Kartosuro, Sukoharjo.

Seminar yang diselanggarakan oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bekerja sama dengan Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia (Adobsi) dan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (JPBS) FKIP UNS itu menghadirkan Prof. Dr. Suminto A. Sayuti, M.Pd. (Universitas Negeri Yogyakarta), Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. (Universitas Sebelas Maret Surakarta), dan Dr. Sudaryanto (Program Pascasarjana Universitas Widya Dharma Klaten). Dalam rangka memperkuat kerja sama antarlembaga, Adobsi mengadakan penandatanganan naskah perjanjian kerja sama dengan Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah dan Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Drs. Pardi Suratno, M.Hum., berharap kualitas pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat lebih ditingkatkan dalam rangka menyiapkan generasi muda yang berkualitas dan berdaya saing. “Untuk itu, seminar tersebut diharapkan dapat menumbuhkembangkan sikap positif masyarakat terhadap profesi guru dan dosen bahasa dan sastra Indonesia berbagai konteks kehidupan. “,” jelasnya.

Ketua Panitia yang juga Ketua Umum Adobsi, Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., menambahkan bahwa sinergi dua profesi, yakni guru dan dosen, sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, kualitas pendidikan, dan kualitas manusia Indonesia. “Melalui Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia, dosen-dosen dapat memberikan kontribusi untuk negeri ini,” tandasnya.

Sementara itu, dalam kesempatan sesi diskusi seminar, Prof. Dr. Suminto A. Sayuti, guru besar Universitas Negeri Yogyakarta, menyatakan bahwa sastra dan bahasa mempunyai potensi yang strategis untuk mengisi kerumpangan-kerumpangan yang diajarkan oleh bidang studi yang lain. Ketika guru bidang studi lain menyatakan bahwa Jawa dan Sumatra dipisahkan Selat Sunda, guru bahasa Indonesia mengatakan yang lebih menunjukkan nasionalisme terhadap NKRI, yakni Jawa dan Sumatra ditautkan oleh Selat Sunda. “Jadi, bukan dipisahkan, tapi ditautkan,” tegasnya.

Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, menyatakan bahwa kesusastraan masa depan dipengaruhi budaya literasi, yakni budaya membaca dan menulis. Oleh karena itu, guru dan dosen dituntut untuk terus membaca dan menulis. “Membaca dan menulis harus menjadi urat nadi kita untuk menjadi dosen dan guru yang profesional,” kata guru besar Universitas Sebelas Maret Surakarta itu. 


Share link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top