Kekuatan sebuah Puisi
Oleh Enita Istriwati
Sebuah puisi lahir dari hasrat seniman untuk mengabadikan pengalaman, perasaan, pikiran, dan pengindraannya terhadap kehidupan. Tentu tidak setiap yang dialami dan dirasakan penyair akan diwujudkan dalam sebuah puisi. Penyair akan menyeleksi dari pengalaman-pengalamannya dan memilih salah satu pengalaman tersebut untuk diabadikan. Penyair akan memilih pengalaman kemanusiaan yang bersifat umum atau universal sehingga dapat menambah pengalaman hidup sehari-hari. Puisi-puisi yang mengangkat tema universal dapat dinikmati oleh semua orang dibandingkan puisi-puisi yang bertema personal. Di samping itu, kekuatan sebuah puisi tidak hanya ditentukan dari tema atau amanat yang hendak disampaikan, melainkan juga dari pilihan kata. Hal tersebut terlihat pada contoh puisi berikut.
Surat dari Ibu
Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke dunia bebas!
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan yang hijau
Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas!
Selama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau
Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nahkoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku!
Kembali pulang, anakku sayang
kembali ke balik malam!
Jika kapalmu telah rapat ke tepi kita akan bercerita
“tentang cinta dan hidupmu pagi hari”
(Tonggak 1, 1987)
Puisi tersebut mengangkat tema yang universal, yaitu tentang budi pekerti dan kecintaan seorang ibu kepada anaknya. Tema yang terkandung dalam puisi itu cukup menggugah perasaan dan memperkaya batin pembaca karena berisi nasihat seorang ibu kepada anaknya agar berjuang mendapatkan ilmu dan pengalaman sebanyak mungkin di masa muda tanpa melupakan orang tuanya.
Hal yang membuat puisi tersebut mampu menarik hati pembaca adalah pilihan kata yang digunakan. Penggunaan ungkapan metafora, seperti selama angin masih angin buritan, nahkoda sudah tahu pedoman, dan kembali ke balik malam dalam puisi itu mampu menggambarkan amanat yang ingin disampaikan oleh penyair. Ungkapan selama angin masih angin buritan pada bait pertama menggambarkan bahwa tenaga sang anak masih penuh semangat, sehingga anak mampu mengarungi dunia yang luas dan bebas untuk meraih cita-cita. Sementara itu, kata nahkoda dalam ungkapan nahkoda sudah tahu pedoman dalam bait ketiga digunakan untuk menggambarkan seorang anak yang mengetahui kemana tujuan hidupnya.
Pada bait terakhir terdapat ungkapan kembali ke balik malam yang merupakan metafora gambaran lengkapnya kehidupan seseorang. Metafora itu juga merupakan simbol permintaan sang ibu kepada anaknya untuk kembali pada ibunya ketika anak telah berhasil meraih cita-citanya.
Lembar Informasi Kebahasaan dan Kesastraan Edisi 4, Juli-Agustus 2014