Oleh Sri Wahyuni
Kata muhrim dan mahram digunakan secara tumpang tindih di Indonesia. Kata muhrim lebih sering dipilih daripada mahram untuk mengacu pada anggota keluarga yang haram dinikahi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata muhrim memiliki dua lema. Lema muhrim yang pertama memiliki makna orang yang sedang mengerjakan ihram; orang laki-laki yang dianggap dapat menjaga dan melindungi wanita yang melakukan ibadah haji dan/atau umrah. Sementara itu, lema muhrim yang kedua bermakna orang yang masih ada hubungan keluarga dekat sehingga terlarang menikah dengannya; mahram. Adapun kata mahram memiliki makna orang (perempuan, laki-laki) yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antaranya; orang laki-laki yang dianggap dapat melindungi wanita yang akan melakukan ibadah haji (suami, anak laki-laki, dsb.).
Berdasarkan definisi tersebut, kata muhrim yang pertama, muhrim yang kedua, dan mahram tampaknya dapat saling menggantikan. Namun, berdasarkan makna aslinya kata muhrim dan mahram memiliki makna yang sangat berbeda. Dalam bahasa Arab, kata muhrim artinya orang yang sedang berihram untuk melaksanakan haji atau umrah. Adapun mahram artinya orang yang haram untuk dinikahi baik karena nasab (keturunan) maupun sepersusuan. Tumpang tindih penggunaan kedua kata tersebut terjadi karena wanita yang sedang melaksanakan ibadah haji atau umrah (muhrim) memerlukan mahram sebagai pelindung. Oleh karena itu, sebagian orang menggunakan kata muhrim yang sebenarnya mengacu pada kata mahram.
Jika menilik kembali pada makna aslinya, perlu dibedakan makna antara kata muhrim dan mahram. Kata muhrim berarti orang yang sedang mengerjakan ihram, sedangkan mahram bermakna orang yang haram untuk dinikahi baik karena nasab (keturunan) maupun sepersusuan.
Lembar Informasi Kebahasaan dan Kesastraan Edisi 3, Mei-Juni 2014