PENGAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA) DI INDONESIA
Bahasa Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat sejak diikrarkan sebagai bahasa nasional pada butir ketiga Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan ditetapkan sebagai bahasa negara dalam UUD 1945 Pasal 36. Kemajuan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada era global saat ini menempatkan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa yang dipandang penting di dunia. Hal itu disampaikan oleh Emma Maemunah, S.Pd., M.Hum. dari Balai Bahasa Jawa Tengah, pada siaran Bina Bahasa dan Sastra Indonesia di RRI Semarang. Siaran yang mengangkat topik “Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Indonesia” tersebut disiarkan secara langsung pada 16 Februari 2016, pukul 20.00-21.00, dan dipandu oleh Heri Haryono.
Pada kesempatan tersebut Emma Maemunah, S.Pd., M.Hum. juga menyampaikan bahwa pada tahun 2009 bahasa Indonesia secara resmi ditempatkan sebagai bahasa asing kedua oleh pemerintah daerah Ho Chi Minh City, Vietnam. Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri pada 2012 bahasa Indonesia memiliki penutur asli terbesar kelima di dunia, yaitu sebanyak 4.463.950 orang yang tersebar juga di luar negeri. Bahkan, Ketua DPR RI dalam sidang ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ke-32 pada 2011 mengusulkan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa kerja (working language) dalam sidang-sidang AIPA.
Retno Hendrastuti, S.S., M.Hum. salah satu narasumber siaran tersebut, menyampaikan bahwa program BIPA menjadi populer dan diminati. Dengan dibukanya pasar kerja di Indonesia, peluang bagi orang asing untuk memasuki berbagai lapangan kerja di Indonesia semakin besar. Mereka berupaya mempelajari bahasa Indonesia agar dapat berkomunikasi lebih baik dengan pejabat, sejawat, karyawan, ataupun masyarakat umum di Indonesia. Kenyataan itu menjadi tantangan bagi penyelenggara BIPA sehingga dibutuhkan pemikiran dan penanganan secara sungguh-sungguh dalam pembelajaran BIPA.
Narasumber menjelaskan bahwa pengajar BIPA tidak boleh sembarang orang. Pengajar BIPA harus memiliki kemampuan dan memenuhi persyaratan tertentu. Pengajar BIPA harus menguasai metode, teknik, dan strategi pengajaran serta pembelajaran BIPA. Hal itu wajib dikuasai oleh pengajar BIPA sebab mengajar BIPA berbeda dengan mengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama atau kedua. Selain itu, pengajar juga harus memiliki pengalaman mengajar BIPA setidaknya dua tahun dan menguasai pengetahuan tentang budaya Indonesia. Lebih lanjut, kedua narasumber menyatakan bahwa dalam penanganan program pengembangan BIPA, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa saat ini telah mendapat persetujuan dan dukungan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan DPR RI. Bahkan, BIPA juga menjadi salah satu program unggulan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Ada empat jenis pelayanan yang diberikan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dalam pengembangan BIPA, yaitu (1) pelayanan pengajaran BIPA, baik untuk kelas khusus maupun kelas reguler; (2) pelayanan informasi ke-BIPA-an; (3) pelayanan informasi kebahasaan; dan (4) pelayanan pengujian bahasa (UKBI).