BENGKEL SASTRA: PENCIPTAAN DAN APRESIASI CERITA PENDEK BAGI GURU BAHASA INDONESIA SMP KABUPATEN CILACAP
Balai Bahasa Jawa Tengah bekerja sama dengan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Cilacap serta MGMP Bahasa Indonesia SMP Kabupaten Cilacap menyelenggarakan Bengkel Sastra bagi Guru Bahasa Indonesia SMP se-Kabupaten Cilacap. Kegiatan tersebut merupakan bentuk nyata pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Balai Bahasa Jawa Tengah di bidang pembinaan, khususnya pembinaan sastra. Kegiatan yang diikuti oleh enam puluh guru itu dilaksanakan selama empat hari, yaitu Senin sampai dengan Kamis, 28-31 Maret 2016, bertempat di Aula SMP Negeri 5 Cilacap.
Pada saat ini mata pelajaran sastra dipandang sebelah mata oleh guru Bahasa Indonesia sendiri. Fenomena itu terjadi karena sebagian besar guru memiliki kompetensi yang kurang memadai di bidang sastra. Pendapat tersebut disampaikan oleh Pengawas dan Pembina Bahasa Indonesia SMP Disdikpora Kabupaten Cilacap, Dra. Susi Widayati, M.M.Pd. saat membuka kegiatan.
Sastra sebagai media dalam mentransformasi nilai-nilai moral ke peserta didik masih menjadi sebuah harapan. Melalui pembelajaran sastra di sekolah diharapkan peserta didik dapat memiliki moral yang baik. Berkaitan dengan hal tersebut, pembelajaran di sekolah, khususnya pebelajaran sastra, seharusnya tidak hanya menekankan pada transfer pengetahuan. Fenomena yang muncul saat ini adalah siswa hanya menghafal siapa nama tokoh, pengarang, penerbit, bahkan kapan sebuah buku diterbitkan. Hal itu terjadi karena guru hanya bertumpu pada materi-materi yang ada di buku paket. Dalam proses kegiatan belajar mengajar di sekolah, guru diharapkan mampu menyentuh nilai-nilai kehidupan melalui sastra. Guru juga diharapkan mampu membangkitkan daya kreatif, daya kreasi, dan daya fantasi siswa dalam mengasah kecerdasan diri. Oleh karena itu, guru juga dituntut untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya terlebih dahulu. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah menanamkan sikap gemar membaca sastra. Itulah pesan kepala Balai Bahasa Jawa Tengah, Drs. Pardi, M.Hum. yang disampaikan oleh Ery Agus Kurnianto, S.Pd., M.Hum.
Salah satu pemateri, Iman Budi Santoso, cerpenis dari Yogyakarta, menyatakan bahwa para guru dan siapa pun yang belum memiliki keterampilan mencipta cerita pendek (cerpen), jika ingin belajar mencipta cerpen, harus berlatih terlebih dahulu. Hal tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, pertama, belajar mencari, memilih, dan menemukan peristiwa yang akan diceritakan. Kedua, belajar menceritakan secara tulis peristiwa tersebut menjadi cerpen. Peristiwa yang akan dijadikan cerpen dapat diambil dari peristiwa nyata, peristiwa rekaan, perpaduan kisah nyata dan rekaan.
Pemateri kedua, Ahmad Tohari, mengatakan bahwa seorang cerpenis atau penulis akan selalu eksis dan produktif dalam berkarya jika penulis tersebut selalu gelisah dalam menyikapi fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Kegelisahan jiwa merupakan salah satu sumber ide dalam berkarya. Oleh karena itu, seorang guru harus selalu gelisah sehingga ide akan selalu muncul. Selain itu, guru harus selalu berlatih untuk mendeskripsikan kejadian-kejadian sosial menjadi sebuah rangkaian peristiwa yang memiliki nilai estetika.
Lebih lanjut, Ahmad Tohari mengatakan bahwa menjadi seorang cerpenis membutuhkan proses. Untuk melewati proses tersebut dan meraih hasil yang maksimal, seorang penulis harus sabar dan tidak mudah putus asa. Berlatih mengasah intuisi dan peka terhadap fenomena sosial merupakan modal dasar yang harus dimiliki oleh seorang penulis.
Pada hari ketiga kegiatan bengkel sastra, peserta masih terlihat antusias mengikuti materi yang disampaikan oleh Sri Ahmad Wintala. Sastrawan Cilacap itu memberi materi tentang teknik penyusunan jalinan cerita/alur. Peserta diajarkan cara menyusun jalinan peristiwa yang dimunculkan di dalam cerita pendek. Pada hari terakhir kegiatan peserta diwajibkan mempraktikkan ilmu yang diterima dengan menghasilkan sebuah cerita pendek.