Mutiara, Cahaya, dan Pahlawan Tema ibu Mendominasi Puisi Bengkel Sastra di Kabupaten Jepara

Kegiatan Bengkel Komunitas Bahasa dan Sastra (Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Jepara) diadakan pada 16-18 April 2018 di aula Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga dan dihadiri empat puluh siswa SMP di Kabupaten Jepara. Kegiatan yang diselenggarakan Balai Bahasa Jawa Tengah itu dibuka oleh Mohammad Fathurozi, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Jepara. Dalam sambutannya, Fathurozi menyatakan bahwa bahasa sangat penting di segala lini. Tanpa bahasa yang baik, kegagalan komunikasi akan terjadi. Sebelumnya, Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah, Tirto Suwondo, menjelaskan fungsi bengkel bahasa dan sastra kepada peserta. Bengkel bahasa dan sastra berfungsi membongkar dan memperbaiki kemampuan peserta dalam tulis-menulis.

Tema ibu mendominasi puisi peserta Bengkel Komunitas Bahasa dan Sastra (Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Jepara) ketika Sarjono dan Rama Dinta mengajak mereka menulis puisi. Tema yang dipilih adalah orang yang paling dekat dengan mereka. Selain peserta termotivasi untuk menulis puisi, sesi itu juga berhasil menggali dan menumbuhkan ide tentang perasaan pada orang-orang yang mereka sayangi. Oleh karena itu, mengalirlah puisi-puisi dengan tema ibu.

Sosok ibu adalah sumber ide dan inspirasi yang tak pernah kering bagi siapa pun. Tidak akan habis kata untuk melukiskan betapa ibu sangat berharga bagi anak-anaknya. Bahkan, ibu menjadi motivator bagi siapa pun di dunia ini untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Telah berlembar-lembar syair atau puisi yang berbicara untuk meneguhkan kemuliaan sosoknya. Pantaslah jika ada yang mengatakan “seseorang yang kehilangan ibunya seperti kehilangan separuh pintu surganya”.

Bahkan, Haiwah bin Syuraih, salah seorang imam kaum muslimin, meninggalkan murid-murid dalam majelisnya hanya untuk memberikan makan ayam karena perintah ibunya. Belum lagi kisah Uwais al Qorni yang harus segera pulang ke Yaman untuk merawat ibunya yang renta meskipun keinginan besarnya belum terpenuhi di Madinah. Yang lebih valid lagi adalah pernyataan bahwa ibu ialah kepada siapa kita semestinya berbuat baik. Kata ibu diucapkan tiga kali dari lisan Rasul sebagai bukti kedudukan ibu yang mulia.

Lepas dari stigma yang beredar di dunia maya tentang emak-emak raja jalanan atau berita di koran kuning tentang ibu yang meninggalkan bayinya di pintu panti, ibu tetaplah ibu. Ia juga memiliki kelemahan, tetapi ia tak akan pernah menjadi bekas. Ibarat kata dalam puisi, ia adalah mutiara, cahaya, dan pahlawan. Jangan harapkan surga jika melukai hatinya tanpa ada maaf darinya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Kembali ke Atas