Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah Gelar Bimtek Penulisan Cerpen bagi Santri di Rembang

Share link

Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Penulisan Cerpen di Kalangan Santri di Kabupaten Rembang. Acara digelar di Pesantren Kauman Lasem pada 27—30 April 2021. Bimtek ini diikuti 40 santri secara tatap muka dan 100 peserta umum yang mengikuti secara  virtual, baik melalui aplikasi Zoom maupun Youtube. Bimbingan teknis selama empat hari itu menghadirkan narasumber Triyanto Triwikromo, sastrawan yang juga wapemred koran Suara Merdeka, dan peneliti dari Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah.

Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Dr. Ganjar Harimansyah, mengatakan bahwa bimtek tersebut digelar untuk mengembangkan kemampuan para santri dalam penulisan kreatif, khususnya cerpen.

“Kemampuan menulis cerpen di kalangan santri ini diharapkan dapat melahirkan karya-karya yang unik, berciri pesantren, dan bisa memperkaya khazanah sastra Indonesia,” kata Ganjar di PP Kauman, Rembang (27/4/2021).

Ganjar menjelaskan, literasi di kalangan santri diharapkan meningkat ke arah yang lebih kreatif dan modern. “Santri memiliki potensi baca tulis yang sangat besar dan ini perlu dikembangkan terus-menerus,” tambahnya.

Pimpinan Pesantren Kauman Lasem, K.H. Muhammad Zaim Ma’shoem yang hadir dalam acara itu mengataka, kegiatan bimtek menulis bagi santri ini diharapkan bisa menjadi ujung tombak dalam menciptakan moderasi di kalangan umat. “Lasem adalah contoh kota yang berhasil melaksanakan moderasi dan toleransi. Masyarakat Lasem memiliki hubungan antaretnis, antarsuku, antaragama, dan antarbudaya yang begitu cair,” ujarnya.

Dikatakan, melalui karya puisi, cerpen, atau esai yang dihasilkan, ada misi-misi moderasi khas pesantren yang disampaikan kepada masyarakat. Hal itulah yang nantinya akan menjadi sumbangsih pesantren kepada bangsa ini, bahkan kepada dunia.

Sementara itu, Gubernur Provinsi Jawa Tengah, H. Ganjar Pranowo, dalam sambutan pembukaan menyatakan, bila literasi di kalangan santri baik, yang muncul adalah narasi yang baik, bukan hoaks. “Bila para santri memiliki keterampilan menulis, narasi-narasi yang muncul juga narasi yang baik, bukan cerita mengumpat, bukan cerita marah-marah,” tandasnya.

Ganjar Pranowo menjelaskan. para santri yang pintar menulis cerpen nantinya dapat menghasilkan banyak cerita tentang moderasi beragama. Mereka bisa menulis cerita relasi-relasi sosial, misalnya cerita relasi antara santri dengan orang Tionghoa di Lasem. “Kultur yang luar biasa antara Jawa, Arab, Tionghoa sudah menjadi satu. Hal itu bisa dibuat dalam narasi catatan cerpen. Santri juga dapat menggali seni budaya yang ada di sana dengan cerita heritage-nya yang bermacam-macam bentuknya,” tambahnya.

(asa/est)


Share link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top