BIPA Jadi Alat Diplomasi Potensial untuk Bangun Citra Positif Indonesia

Share link

Galuh Ayuning Tyas – Vintia Anggraini

Universitas Negeri Semarang bekerja sama dengan Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah menyelenggarakan webinar nasional bertajuk “Strategi Diplomasi Publik dan Kebudayaan untuk Akselerasi Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka” pada 22 Oktober 2021. Acara tersebut digelar secara daring dan luring dengan peserta terbatas di Ruang Bundar, Gedung Dekanat, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang (Unnes). Narasumber dalam webinar tersebut adalah Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Prof. E. Aminudin Aziz, M.A., Ph.D., dan Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri, Dr. H. Teuku Faizasyah, M.Si.

Acara yang dipandu oleh Wati Istanti, M.Pd. itu dibuka oleh Rektor Unnes, Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. Dalam sambutannya, Fathur Rokhman mengatakan bahwa Fakultas Bahasa dan Seni, Unnes, harus terus meningkatkan kualitasnya agar diakui secara nasional dan internasional. Selain itu, program studi diharapkan dapat menjalin kerja sama dengan dunia industri. Untuk itu, diperlukan diplomasi publik yang baik.

Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Unnes, Dr. Sri Rejeki Urip, menyampaikan bahwa Fakultas Bahasa dan Seni telah melaksanakan diplomasi bahasa dan seni melalui progam magang mahasiswa. Dia mengapresiasi Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah yang menerima dan memberikan arahan kepada mahasiswa Unnes yang magang di Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah.

“Bentuk kerja sama ini diharapkan dapat mempererat hubungan Unnes dengan Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah,” ujarnya.

Citra Positif Indonesia

Teuku Faizasyah dalam makalahnya yang berjudul “Diplomasi Publik di Era Industri 4.0” mengatakan bahwa pandemi global telah mengakselerasi proses transformasi digital. Oleh karena itu, adaptasi merupakan suatu keharusan. Diplomasi publik bertujuan mempromosikan citra positif Indonesia di kancah global.

“Upaya tersebut tidak hanya dapat dilakukan pemerintah, tetapi aktor diplomasi publik juga harus dilibatkan, antara lain, media massa, organisasi masyarakat, akademisi, individu, diaspora, dan masyarakat luar negeri,” kata Faizasyah. 

Faizasyah menambahkan bahwa bahasa yang semakin banyak digunakan oleh penutur asing akan membantu membangun citra positif Indonesia. ”Bahasa menunjukkan bangsa,” tandasnya.

BIPA sebagai Alat Diplomasi

Sementara itu, Aminudin Aziz menyatakan bahwa program BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) merupakan salah satu program prioritas Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang berpotensi sebagai bagian dari diplomasi publik.

“Guru BIPA merupakan bagian dari upaya diplomasi kebudayaan dan diplomasi ekonomi,” ujar Aminudin.

Aminudin menjelaskan bahwa dalam diplomasi kebudayaan, guru BIPA berperan memajankan kekayaan budaya Indonesia melalui pengajaran bahasa dan budaya Indonesia. Dalam diplomasi ekonomi, program BIPA dijadikan sebagai penyumbang devisa dan pendapatan negara.

“Diplomasi bukan hanya tanggung jawab Kementerian Luar Negeri, melainkan tanggung jawab kita semua untuk memartabatkan bangsa,” pungkasnya.

***

Editor: Agus Sudono – Shintya

(glh-vin/asa-tya/est)


Share link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top