Artis Cilik Lala, Cermin Sosialisasi Parenting untuk Pembelajaran Bahasa Indonesia di Ranah Keluarga

Az-Zahra ‘Egeng, S.Pd., M.Li., Duta Bahasa 2016

 

Shabira Alula Adnan, atau biasa dipanggil Lala, merupakan artis cilik kelahiran 2018 yang viral di media sosial Tiktok, Instagram, dan YouTube. Lala dikenal dengan sebutan anak ajaib karena pada usia delapan bulan ia sudah pandai berbicara dan pada usia tiga tahun fasih berbahasa Indonesia. Hal itu menjadikan Lala semakin banyak dilirik oleh artis terkenal untuk endorse dan membuat konten siniar bersama, seperti Deddy Corbuzier, Baim Wong, dan Fiki Naki. Tawaran menjadi bintang tamu di acara televisi juga tak pernah sepi. Balita tersebut telah mengangkat perekonomian keluarga dari banyaknya jumlah pengikut dan penyuka di media sosialnya.

Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Ranah Keluarga

Ya, hal menarik yang diangkat dari konten Lala adalah penggunaan bahasa Indonesianya. Selain itu, ditambah sikap Lala yang santai dan terbiasa berbahasa Indonesia baku. Meskipun terkesan kaku, hal itulah yang membuat warganet tertarik. Begitu pula kalimat yang ikonik dari Lala adalah “ada-ada saja . . . (nama mitra tutur) ini” yang dibarengi ketawa khas polosnya.

Metode yang digunakan oleh orang tua Lala sangat sederhana, yaitu bercerita. Di dalam kontennya, kita dapat melihat Lala sering diminta untuk bercerita tentang apa saja. Salah satu contohnya adalah konten Lala yang bercerita dengan lucu dan polos karena kesedihannya ketika kucingnya mati. Orang tua Lala pun selalu memberikan tanggapan positif atas cerita-cerita Lala. Dan mereka selalu menggunakan bahasa Indonesia yang baku. Kebiasaan keluarga tersebut menjadikan Lala pandai berbahasa Indonesia baku. Seperti halnya ketika Lala diajak bermain tebak gambar oleh Deddy Corbuzier. Lala mampu mengungkapkan kalimat berbahasa Indonesia dengan sederhana dan tepat dalam mendeskripsikan gambar sehingga lawan main mudah untuk menebaknya.

Sosialisasi Materi Parenting untuk Orang Tua

Pengalaman Lala menjadi motivasi bahwa unsur utama pembelajaran bahasa Indonesia pertama adalah orang tua. Usia emas, seperti usia Lala, saat ini merupakan fase meniru dari bahasa dan etika berkomunikasi yang digunakan orang tua. Untuk itu, orang tua juga perlu berhati-hati ketika berkomunikasi dengan siapa saja ketika berada di dekat anak. Orang tua juga harus konsisten dan kompak dalam berkomunikasi dengan menggunakan satu bahasa yang ditentukan. Memilih kata dalam bahasa Indonesia pun juga harus konsisten dan kompak dalam penggunaannya, seperti kata hujan daripada ujan, saja daripada aja, tidak daripada nggak atau ndak. Hal ini menarik sebagai upaya pembelajaran bahasa Indonesia baku sejak dini sehingga dapat menjadi kebiasaan anak dari kecil. Oleh karena itu, anak juga tidak akan mudah terpengaruh oleh bahasa-bahasa kasar yang banyak digunakan di media sosial.

Berdasarkan kasus Lala itu dapat disimpulkan pentingnya upaya untuk menyosialisasikan pembelajaran bahasa Indonesia dalam materi parenting untuk orang tua. Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah dapat bekerja sama dengan kader literasi di berbagai ranah organisasi. Nantinya orang tua dibekali ilmu tentang pembelajaran bahasa Indonesia untuk diterapkan pada ranah keluarga. Hal ini sangat bermanfaat agar kelak anak mampu berkomunikasi dengan santun. Etika  berbahasa menjadi hal yang utama ketika berkomunikasi, baik di dunia nyata maupun di media sosial.

Alhasil, Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah juga dapat mengajak Duta Bahasa yang sudah berkeluarga untuk bertukar ilmu tentang pengalaman pembelajaran bahasa Indonesia kepada anak mereka. Duta Bahasa tersebut dapat membuat konten tulis atau video tentang perkembangan berbahasa anak dan disosialisasikan secara rutin di media sosial Instagram, Tiktok, ataupun Youtube milik  Ikatan Duta Bahasa Jawa Tengah.[egg/asa/aas]

 

Penyunting : Agus Sudono

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Kembali ke Atas