Cukupkah Bahasa Indonesia Menjadi “Anak Emas” di UTBK?

Share link

Ida Fitriyah

Seiring peluncuran Episode 22 Merdeka Belajar, sistem seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN) resmi diubah. Perubahan tersebut mulai dari nama seleksi hingga mata uji seleksi. Jika sebelumnya seleksi bernama Seleksi Bersama Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), kini seleksi dinamai Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT). Mata ujinya pun diubah. Jika sebelumnya peserta harus membabat habis tes potensi skolastik (TPS) dan tes kemampuan akademik (TKA), kini peserta hanya dituntut menghadapi TPS dan tes literasi.

Mulai tahun ini tes potensi skolastik (TPS) berfokus pada lima hal, yakni penalaran umum, pemahaman kuantitatif, penalaran matematika, kemampuan memahami bacaan dan menulis, serta pengetahuan dan pemahaman umum. Sementara itu, tes literasi terbagi dua, yaitu literasi bahasa Indonesia dan literasi bahasa Inggris. Kebijakan mata uji baru ini membawa bahasa Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi. Bagaimana tidak, tiga dari tujuh mata uji keseluruhan SNBT terkait dengan bahasa Indonesia. Setiap mata uji itu pun memiliki fokus yang sama meskipun memiliki karakteristik yang berbeda.

Kemampuan Memahami Bacaan dan Menulis (KMBM), mata uji satu ini benar-benar menguji kemampuan peserta dalam memahami bacaan dan menulis. Hal-hal seperti kalimat utama, gagasan utama, simpulan, dan kalimat efektif ditanyakan pada mata uji ini. Pemahaman peserta tentang ejaan bahasa Indonesia pun sangat diuji dalam KMBM. Mata uji ini sangat dibutuhkan sebagai bekal peserta memasuki dunia perkuliahan yang akan selalu bersinggungan dengan kegiatan menulis dan membaca.

Pengetahuan dan Pemahaman Umum (PPU), mata uji ini kurang lebih sama dengan KMBM. Akan tetapi, cakupan PPU lebih teknis dan lebih luas. Jika KMBM seputar tataran sintaksis, PPU lebih luas pembahasannya hingga tataran semantik dan pragmatik.

Literasi Bahasa Indonesia, mata uji tambahan ini memiliki karakteristik menguji kejelian peserta dalam menangkap informasi yang ada di dalam teks, baik sastra maupun nonsastra. Peserta pun ditantang untuk membedakan informasi fakta dan opini.

Sebagai pengajar yang turut terlibat dalam penyiapan siswa mengikuti SNBT, tiga mata uji seputar bahasa Indonesia dapat dinilai lebih dari cukup. Materi-materi yang diujikan cukup untuk mempersiapkan siswa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Materi tentang bacaan sangat penting agar siswa tepat menyerap informasi dari referensi-referensi bacaan untuk selanjutnya diolah menjadi karya ilmiah atau data penelitian. Selain itu, materi tentang menulis, terutama ejaan, sangat penting bagi calon-calon mahasiswa supaya dapat menghasilkan karya tulis yang memiliki substansi bagus serta mematuhi kaidah kebahasaan yang berlaku. Hal ini sangat tepat diujikan mengingat banyak penelitian yang menyatakan bahwa masih rendah kepatuhan kaidah berbahasa mahasiswa dalam artikel ataupun tulisan mereka. Tiga mata uji ini juga secara tidak langsung mengasah kepekaan berbahasa mereka untuk menyerap dan memproduksi informasi.

Seperti pepatah Jawa, witing tresna jalaran saka kulina berarti cinta bermula dari pembiasaan. Semoga kebiasaan para calon mahasiswa memahami seluk-beluk bahasa Indonesia dapat mengundang kecintaan terhadap bahasa negara mereka. Semoga pula penganakemasan bahasa Indonesia dalam mata uji SNBT ini benar-benar dapat menjadi solusi tepat untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam membaca serta meminimalisasi kesalahan berbahasa pada karya tulis yang akan mereka produksi di bangku perkuliahan nanti. [ida/asa/aas]

 

 

Artikel telah dimuat di Radar Semarang

Ida Fitriyah, Duta Bahasa Jawa Tengah 2019.

Penyunting: Agus Sudono

 


Share link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Kembali ke Atas