Masyarakat Bermartabat, Santun Berbahasa
Ririen Septian
Penggunaan gawai telah menjadi salah satu gaya hidup terkini dan bahkan telah menjadi kebutuhan utama yang merekat erat dalam kehidupan sehari- hari. Disadari atau tidak, gawai mengambil porsi besar dalam rutinitas masyarakat. Tidak hanya untuk sekadar membantu urusan pekerjaan ataupun tugas harian, namun gawai justru menjadi sarana utama dalam mengakses media sosial. Saat ini, berbagai jenis media sosial muncul bertebaran dan selalu berkembang sesuai dengan tujuan masing- masing. Sebagian besar media sosial yang bertebaran di dunia maya mempunyai tujuan untuk memberikan hiburan bagi masyarakat. Hanya sebagian kecil masyarakat yang tidak mengenal apa itu WhatsApp, TikTok, Facebook, Instagram, YouTube maupun media sosial lainnya. Dengan adanya berbagai kemudahan, semua kalangan masyarakat dapat mengakses media sosial dengan mudah, bahkan anak- anak sekalipun.
Media sosial telah menjamur di kehidupan masyarakat dan gaya hidup dengan mengikuti apapun yang ada di dalamnya, nampaknya sekarang telah menjadi primadona terutama di kalangan remaja. Tidak sedikit yang berperan sebagai pembuat konten namun banyak pula yang hanya sekadar sebagai pengikut. Konten yang beredar tentunya tidak bisa lepas dari unsur kebahasaan baik yang tersurat maupun yang tersirat. Namun, yang membuat miris adalah munculnya fenomena penggunaan bahasa gaul dari para pengguna media sosial. Bahasa gaul yang diciptakan oleh pembuat konten dengan begitu cepat dan mudah bisa menyebar secara masif dan ditiru oleh para pengikutnya di media sosial.
Penyebaran bahasa gaul tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bisa dikenal secara luas, bahkan beberapa kata baru yang muncul menjadi tren yang seakan-akan harus diikuti oleh beberapa kalangan atau komunitas. Sebenarnya tidak ada yang keliru terkait penggunaan bahasa gaul di media sosial jika kita berorientasi pada tujuan penggunaannya yang memang untuk memberikan hiburan pada masyarakat. Yang menjadi permasalahan adalah kesantunan dalam berbahasa karena bagaimanapun juga ini menjadi cerminan masyarakat yang bermartabat. Beberapa kata yang sering muncul dan digunakan oleh para pengikut di media sosial seperti anj*y, anj*r, jan**k, dan sle**w sudah tidak asing lagi di telinga kita. Kata-kata tersebut sering digunakan oleh beberapa kalangan di media sosial. Jika ditelusuri kata-kata tersebut merupakan ungkapan untuk mengumpat dan tidak memenuhi unsur kesantunan bahasa, bahkan beberapa mengandung makna yang tidak terpuji. Yang sangat disayangkan adalah tidak sedikit dari para pengguna kata-kata dalam bahasa gaul tersebut yang memahami apa makna sesungguhnya yang terkandung di dalamnya, terutama anak-anak dan remaja. Mereka hanya mengikuti tren belaka untuk sekadar mendapat pengakuan sebagai kalangan pengikut perkembangan zaman.
Bukan tugas yang mudah untuk mengatasi fenomena bahasa gaul terutama penggunaan kata-kata umpatan yang tidak santun karena memang penyebarannya yang masif di media sosial oleh kalangan remaja dan anak- anak. Namun, salah satu cara sederhana adalah melalui pengajaran dan pendidikan tentang kesantunan penggunaan bahasa, dimulai dari lingkungan keluarga dan sekolah. Orang tua dan guru bisa ikut andil memberikan pembimbingan dan pendampingan dalam penggunaan bahasa yang santun. Meskipun bahasa gaul tidak bisa dihilangkan, namun setidaknya penggunaan kata-kata negatif dan tidak santun secara perlahan akan dapat dihentikan. Mari berbahasa dengan santun karena kesantunan berbahasa merupakan ciri masyarakat yang bermartabat. [rien/asa/aas]
Artikel telah terbit di Radar Semarang
Ririen Septian, Duta Bahasa Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007
Penyunting : Agus Sudono