Vintia Anggraeni
KOTA SURAKARTA, balaibahasajateng.kemdikbud.go.id—Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Pusat Unggulan Iptek (PUI) Javanologi, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, menyelenggarakan kegiatan Forum Sastra Jawa Tengah yang bertajuk Sarasehan Sastra dan Budaya: Nilai dan Kearifan Lokal dalam Naskah Jawa. Kegiatan tersebut diselenggarakan di PUI Javanologi, Universitas Sebelas Maret Surakarta, pada 10 November 2023.
Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Dr. Syarifuddin, M.Hum., mengatakan bahwa Balai Bahasa memiliki program prioritas, yakni melaksanakan revitalisasi bahasa daerah, mengembangkan dan menguatkan literasi, serta menginternasionalkan bahasa Indonesia.
“Kalau kita berbicara tentang bahasa itu pasti di dalamnya ada sastra meskipun itu adalah dua kajian yang berbeda. Substansi Forum Sastra yang bertajuk Sarasehan Sastra dan Budaya ini pun merupakan bentuk pelindungan bahasa dan sastra meskipun berada di bawah pembinaan bahasa dan sastra. Adanya diskusi tentang kearifan lokal ini pun akan kami jadikan bahan untuk pembuatan dan penguatan konsep kegiatan kami,” ujar Syarifuddin saat membuka acara di PUI Javanologi UNS pada Jumat, 10 November 2023.
Diskusi Forum Sastra itu menghadirkan empat narasumber yang dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama menghadirkan Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.A, M.Phil. (UGM) dan Prof. Sahid Teguh Widodo, M.Hum., Ph.D. (UNS) sebagai narasumber dengan moderator Hary Sulistyo, S.S., M.A. Sementara itu, sesi kedua menghadirkan Bandung Mawardi dan Rendra Agusta sebagai narasumber dengan moderator Sri Lestari, M.Pd.
Sahid menyampaikan materi yang bertajuk “Model Konservasi Sosial dalam Serat Centhini”. Menurut Sahid, Serat Centhini merupakan salah satu karya sastra Jawa kuno yang paling terkenal pada abad ke-19.
“Serat Centhini memuat berbagai ilmu pengetahuan dan nilai kearifan hidup masyarakat Jawa pada masa lalu. Bahkan, serat itu memuat kajian tentang ilmu lingkungan hidup, pengetahuan tentang flora dan fauna, serta ilmu sosial ekonomi dan spiritual Jawa,” ungkap Sahid.
Sementara itu, Ahimsa menyampaikan materi tentang kajiannya, yakni morfem dalam bahasa Jawa dan naskah Babad Tanah Jawi. Morfem dalam bahasa Jawa itu, lanjut Ahimsa, penting untuk penerjemahan bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Selain itu, terdapat nilai-nilai kearifan lokal dalam naskah Babad Tanah Jawi.
“Cerita dalam naskah tersebut dapat diceritakan kembali oleh orang Jawa kepada orang lain dengan cara tertentu,” tutur Ahimsa.
Diskusi sesi pertama dilanjutkan penyampaian materi pada sesi kedua oleh Bandung Mawardi. Bandung memulai materinya dengan mengulas novel yang ditulis oleh orang asing yang menceritakan tentang Indonesia.
“Tidak ada orang Jawa yang merasa hal tentang Jawa itu penting atau mengerti situasi Jawa dalam novel ini. Cara penulisan novel ini pun berbeda dengan orang-orang kita,” ujar Bandung.
Materi “Mencari yang Tersisa: Penelusuran Ulang Skriptoria Pegunungan Jawa (MM)” disampaikan oleh Rendra Agusta pada sesi kedua. Kegiatan Forum Sastra Jawa Tengah itu diikuti oleh seratus peserta. Mereka terdiri atas mahasiswa, komunitas sastra, duta bahasa, dan masyarakat umum. [vin/asa/aas]
Penyunting: Agus Sudono